MUI: Gus Sholah Sosok Ulama, Cendekiawan, dan Jembatan Lintas Golongan

Wafatnya KH. Salahuddin Wahid atau kerap disapa Gus Sholah, Ahad, 02 Februari 2020 pukul 20.55 di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta menyisakan duka bagi seluruh Islam Indonesia. Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Buya Anwar Abbas mengenang almarhum sebagai sosok ulama cendekia, lagi negarawan. Hal itu terlihat dari peran beliau yang lebih mengedepankan kepentingan umat dan bangsa. Sosoknya, ungkap Buya Anwar, kerap risau khususnya kepada kalangan umat Islam yang belum memahami Pancasila dengan baik. Karena itu, Gus Sholah kerap menegaskan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, keduanya justru berkaitan erat.

“Salah satu tugas dan kewajiban mulia yang harus dilakukan umat Islam, menurut Gus Sholah, adalah mengisi, mempertahankan, serta memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (03/02).

“Karena dengan itu persatuan dan kesatuan bangsa akan bisa ditegakkan dan diwujudkan,” imbuhnya.

Buya Anwar menambahkan, Gus Sholah juga dikenal sebagai sosok pecinta damai. Beliau kerap mendorong sikap toleransi di tengah masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, Gus Sholah menyadari bahwa kehidupan penuh toleransi tidak mudah dijalankan.

“Dalam pandangan Gus Sholah, hidup dengan sikap saling toleransi menjadi sesuatu yang harus digelorakan di tengah kehidupan, sampai kapanpun,” katanya.

Ketua MUI Pusat Bidang Informasi dan Komuniasi, KH. Masduki Baidlowi memandang Gus Sholah sebagai teladan demokrasi. Sikap itu tercermin dari kemauannya dalam menyuarakan berbeda pendapat dengan kakak kandungnya, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) semasa keduanya masih hidup. Meski berbeda, namun keduanya tetap rukun dan damai.

“Dimensi demokrasi beliau kuat, dia bisa berbeda pendapat. Saat Gus Dur masih hidup, beliau (Gus Sholah) berbeda wacana soal keislaman dan perjuangan umat,” katanya.

Wakil Ketua Umum MUI, Buya Zainut Tauhid Sa’adi, menilai sosok Gus Sholah sebagai jembatan lintas golongan. Gus Sholah menjadi penghubung tokoh-tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat. Beliau bahkan menjadi jembatan antara golongan muda dan golongan tua. Gus Sholah memancarkan sikap teduh, tenang, sabar, dan penuh empati kepada sesama.

“Dengan begitu, tidak ada terjadi kesenjangan generasi baik dari aspek pemikiran maupun sikap keagamaan, beliau adalah perekat persatuan dan penjaga harmoni kebinekaan,” katanya.

“Semoga Allah SWT memberikan pahala surga kepadanya. Selamat jalan Gus Sholah. Guru bangsa yang mulia, pintu-pintu langit terbuka lebar dan para malaikat menyambutmu dengan hamparan surga. Amin,” imbuhnya. (Azhar/Thobib)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia