Orang Minang Menghadapi Agresor Belanda

Perang Sabil Melawan ‘Musuh Allah dan Musuh Kita’

Pada pertengahan Juli 1947, kaum Muslim di Indonesia sedang menunaikan ibadah puasa. Suasana Ramadahn tentu terasa di mana-mana, juga di Sumatera Barat: surau dan mesjid diramaikan oleh jemaah yang melaksanakan shalat taraweh.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh serangan Belanda yang dilakukan secara mendadak. Belanda menyerang titik-titik penting wilayah Republik Indonesia, terutama di Jawa dan Sumatera. Banyak orang tidak menyangka bahwa Belanda tanpa rasa malu melanggar kesepakatan damai Perundingan Linggarjati yang baru saja ditandatangani pada 25 Maret 1947.

Pada 20 Juli 1947 Belanda melancarkan perang yang kemudian dikenal sebagai Agresi Belanda I.  Belanda, melalui mulut H.J. van Mook, tidak mengakui perjanjian yang sudah disetujuinya sendiri.

Maka, tentu dapat dikira betapa marahnya rakyat Indonesia pada waktu itu. Mereka makin dapat melihat sifat bangsa Belanda yang sebenarnya. Namun, serangan sporadis tentara Belanda dengan persenjataan modern yang lengkap tidak membuat mereka takut. Malah sebaliknya: semangat untuk mempertahankan Republik justru makin menggebu.

Artikel ini mengajak kita menjemput kenangan hari-hari pertama Agresi Belanda I itu, sekedar untuk mengajak pembaca memaknai peringatan Hari Pahlawan kali ini dengan melihat peran para ulama dan rakyat berderai pada umumnya.

Sekitar seminggu setelah Belanda melancarkan serangan keji itu, kaum ulama Minangkabau mengeluarkan fatwa perang sabil melawan agresor Belanda. Saya beruntung menemukan dua lembar selebaran yang memuat seruan jihad itu di Belanda. Dokumen itu saya temukan ketika membongkar arsip NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service yang panjangnya kurang-lebih 7 meter yang tersimpan di Nationaal Archef Belanda di Den Haag.

14473839751754945709

“MAKLUMAT. KEPUTUSAN RAPAT PARA ALIM ULAMA DAN MUBALLIGIN S. BARAT. Pada petang Sabtu tgl. 25-26 Djuli 1947 di [gedung] Tamoe Agoeng Boekittinggi”, demikian kata-kata pembukaan pada halaman pertama selebaran ajakan merang sabil melawan aggressor Belanda itu. Berikut lanjutannya:

“Pada tanggal terseboet telah berapat para Alim Ulama dan Muballigin jg terkemuka di Sumatera Barat, buat memperkatakan serangan Belanda dan perang kolonialnja mulai tanggal 20 Djuli 1947 dengan tjara besar2an dan biadab itu, Ulama dan Muballigin telah mengambil keputusan:

  1. PENGERAHAN PERANG SABIL TERHADAP BELANDA, MUSUH ALLAH DAN MUSUH KITA.
  2. HUKUM PERANG SEKARANG ADALAH FARDHU ‘AIN ATAS TIAP2 MUKALLAF LELAKI DAN PEREMPUAN.

Dan unt[uk] melantjarkan perang Sabil ini, para Ulama dan Muballigin telah menentukan tugas pekerdjaannja sebagai berikut:

  1. Mempererat rasa persatuan untuk kemenangan.
  2. Mengobar-ngobarkan semangat djihat (sic) dan sjahid.
  3. Memperhebat rasa pengorbanan rakjat: darah, njawa, harta benda, tenaga dan pakaian.
  4. Turut mengumpulkan pengorbanan rakyat bersama-sama badan jang telah ditetapkan, atau diberi kuasa sendiri oleh pemerintah, ump[pamanya]: mengumpulkan emas, padi lumbung perang dll.
  5. Membawa rakjat patuh, thaat pada agama, karena menurut paham agama, bahwa meninggalkan segala jang dilarang Allah, serta mengerdjakan suruhan[n]ja dalam masa perang, adalah mendjadi satu sjarat kemenangan.
  6. Membawa rakjat patuh kepada pemerintah dan Negara Republik Indonesia.
  7. Mengandjurkan supaja seluruh kaum muslimin dan muslimat lelaki perempuan siap sedia dan waspada dengan segala matjam sendjata apapun djuga. Ump[amanya]: tombak lembing, pisau; kapak dan sebagainja, untuk menjambut segala kemungkinan dan buat menghantjurkan musuh Allah dan musuh kita.

————————————————————-

SIARAN:

DEWAN PERTAHANAN

DAERAH SUMATERA BARAT

Bag: PUBLIKASI

Dapat kita menduga bahwa kedua lembar selebaran itu jatuh ke tangan Belanda mungkin lewat bantuan ‘jasa’ intel-intel Melayu NEFIS. Namun, hal itu memberi penjelasan kepada Belanda bahwa bangsa Indonesia tidak takut menghadapi agresi militer yang mereka lancarkan, yang bertujuan untuk menjajah Indonesia kembali.

Lembaran kedua berisi himbauan untuk melancarkan perang jihad melawan Belanda, diawali dengan kata-kata: “PENGERAHAN PERANG SABIL TERHADAP BELANDA

MUSUH ALLAH DAN MUSUH KITA”.

Kata-kata berikutnya adalah seruan untuk melakukan perang sabil:

“Belanda telah njata2 berniat hendak melebur Agama Tuhan dan menghantjurkan Negara kita.

Belanda telah memerangi kita didarat, diudara, dan dilautan.

Tengah kita melakukan ibadat PUASA, dibulan jang sutji ini, tiba2 kita digempur.

Oleh sebab itu kami Ulama2 Besar diatas nama kaum MUSLIMIN dan MUSLIMAT, dengan ini mengerahkan:

“PERANG SABIL”

terhadap Belanda, musuh Allah dan musuh kita.

KEPADA SELURUH KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT YANG MUKALLAF DISERUKAN SUPAYA: BERJIHAD DENGAN KEIMANAN DAN KEJAKINAN, DENGAN HARTA; NJAWA, TENAGA DAN PIKIRAN.

KEPADA SELURUH ULAMA JANG BERTANGGUNG DJAWAB LANGSUNG TENTANG KETINGGIAN AGAMA SUTJI KITA, BERIKANLAH TENAGA JANG SEBESAR-BESARNJA DALAM MELAKSANAKAN PERANG FI SABILILLAH JANG TENGAH KITA LANTJARKAN INI, DAN BERTJAJALAH BAHWA ALLAH DIPIHAK KITA.

Firman ALLAH: artinja:

  1. PERANGILAH OLEHMU AKAN MUSUH2 KAMU JG TENGAH MEMERANGI KAMU (KERAS LAWAN KERAS) (Albaqarah ajat).
  2. BUNUHLAH OLEHMU AKAN MUSUH2 KAMU DIMANA SADJA KAMU DJUMPAI (Albaqarah ajat).

KAMI ATAS NAMA ‘ALIM ULAMA SUMATERA BARAT:

  1. Sech Mhd. Djamil Djambek Bukit Tinggi
  2. Sech Abbas Abdullah Pajakumbuh
  3. Sech Ibrahim Musa Parabek Bukit Tinggi
  4. Sech Daoed Rasjidi Balingka Bukit Tinggi
  5. Sech Suleiman Arrasuli Tandjung Bukit Tinggi
  6. Sech Abd. Wahid Tabek Gadang Pajakumbuh
  7. Sech H. Mhd. Said Batusangkar
  8. Sech H. Adjhuri Batusangkar
  9. Sech Ibrahim Tjakar Pajakumbuh
  10. Sech Mustafa Abdullah Pajakumbuh

Sekali Merdeka Tetap Merdeka!

Bukittinggi 27 Djuli 1947

Peringatan:

Maklumat ini hendaklah dibatjakan dimesdjid2 Djumat dan sesudah sembahjang tarawih disurau2 dan langgar2.

  1. Berdasarkan kepada “maklumat” ini diwadjibkan kaum Muslimin memberi nafkah perang, apabila diminta oleh badan pemerintah jang bertanggung djawab, kalau tidak berdosa besar.

 

Pertj[etakan] NRI                                                 Siaran DPD

 

Demikian salinan dari selebaran yang berisi himbauan dari kaum ulama Minangkabau untuk melakukan perang fi sabilillah melawan Belanda menyusul dilancarkannya agresi militer oleh bekas bangsa penjajah itu terhadap negara Republik Indonesia yang masih bayi merah itu.

Dokumen ini mengungkapkan peram ulama Sumatera Barat dalam menggerakkan massa melawan decolonisatieoorlog yang dilancarkan Belanda di Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa massa rakyat – besar, kecil, tua, muda, lelaki, perempuan – dengan gagah berani maju ke depan menghadang peluru-peluru tentara Belanda.  Ribuan kesuma bangsa gugur di medan perang itu.

Seperti halnya lima pahlawan nasional baru yang ditetapkan berdasarkan Kepres 116/TK Tahun 2015 (Bernard Willem Lapian, Mas Iman, Komjen Pol Moehamad Jasin, I Gusti Ngurah Made Jelantik, dan Ki Bagus Hadikusumo), Sech/Syekh Djamil Djambek dan kawan-kawannya, dan juga seluruh rakyat Sumatera Barat yang sudah berjuang melawan agresi Belanda, dengan mengorbankan harta, benda, dan nyawa mereka, adalah pahlawan bagi bangsa dan negara ini.

Mereka semua telah tiada: jiwa-jiwa yang telah “melayang untuk kemerdekaan, kemenangan, dan harapan”. Dan seperti kata Chairil Anwar lagi: mereka “tidak lagi bisa berkata”, “tapi adalah kepunyaan” kita. “Kenang, kenanglah” mereka. Sebisamu!

Dr. Suryadi – Leiden University, Belanda



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia